“Hatiku Untukmu”
Suatu
hari yang cerah membuat bunga-bunga di depan rumah Rinda Syafira terlihat
sangat indah. Tapi sayangnya kecerahan pada hari itu tidak membuat hati Rinda
menjadi cerah. Anak bungsu dari ke empat bersaudara ini sering sekali menyendiri,
tapi itu hanya berlaku di rumahnya, di sekolah Rinda terkenal dengan keceriaan
dan kejailannya.
Setiap
pulang sekolah Rinda hanya berdiam diri di rumah, yang Rinda lakukan hanyalah
mendengarkan dan memainkan musik, menulis, dan membersihkan rumah. Terkadang
Rinda keluar rumah hanya untuk membeli sesuatu, mengerjakan tugas sekolah, atau
sekedar untuk menenangkan diri saja. “Aku bingung, sebenarnya apa sih tujuanku
hidup di dunia ini?” keluh Rinda dalam hati.
“Mah,
aku berangkat sekolah dulu ya.” Pamit Rinda buru-buru.
“Loh kok
buru-buru makan dulu ya Rin.” Sambut Mamah Rinda.
“Eem
nanti disekolah saja, soalnya Rinda sudah terlambat.” Jawab Rinda menolak.
“Ya
sudah hati-hati ya nak.”
Rinda
pergi dengan motor maticnya, Rinda anaknya memang susah diatur. Meskipun susah
diatur, tapi Rinda ini sangat baik, ramah, sopan, dan penurut.
“Rin,
kamu sudah mengerjakan tugas belum?” Tanya Vira, sahabat Rinda sejak kecil.
“Sudah
dong, kamu mau liat?” jawab Rinda sambil membuka tasnya.
“Iya,
tapi itu juga kalau boleh, kalau tidak boleh juga tidak apa-apa kok..” sambung
Vira.
“Aaah
kamu ini, kitakan sudah sahabatan dari dulu. Jadi apa sih yang enggak buat kamu
Vir” sambung Rinda sambil menyenggol bahu Vira.
Rinda
tidak hanya terkenal dengan keceriaan dan kejailannya saja, tapi Rinda juga
terkenal dengan kepintaran, kecerdasan dan kecantikannya. Maka tak heran setiap
minggu Rinda yang kelahirannya di Prancis ini, sering ditembak oleh banyak
cowok.
Bel
berbunyi tanda kegiatan belajar mengajar selesai, dan Rindapun bergegas keluar
dari kelasnya.
“Rin,
kenapa terburu-buru seperti itu” Tanya Vira sambil melambaikan tangannya.
“Maaf
Vir, aku pulang duluan ya soalnya aku mau ke took buku”.
“Oh ya
sudah, hati-hati ya”
“Iya,
terima kasih”. Sambut Rinda sambil memakai helm.
Sesampainya
Rinda di rumah, Rinda langsung mencium tangan kedua orang tuanya dan langsung
menuju ke kamarnya.
“Mah,Pah,
aku mau ke toko buku dulu ya.” Pamit Rinda sambil memakan roti.
“Loh kok
buru-buru susunya dihabiskan dulu.” Sambut Mamah Rinda.
“Eem nanti
saja kalau Rinda pulang, bukunya itu sangat terbatas jadi Rinda takut gak
kebagian.”
“Ya
sudah hati-hati ya nak.”
Rinda
pergi dengan motor maticnya, dan tak terasa dompetnya tertinggal di dapur.
Rinda ini memang sangat teledor, dia selalu menaruh barangnya disembarang
tempat.
“Permisi
mba, buku tentang SEJARAH KOMPUTER masih ada atau tidak ya.?” Tanya Rinda sopan
pada salah satu pelayan toko buku.
“Oh iya
Neng, bukunya terbatas dan pembelian terakhir sudah dibeli oleh seseorang”
jawab pelayan toko buku.
“Yaaah,
padahal saya sangat membutuhkannya. Ya sudahlah terima kasih mba” keluh Rinda
sambil berjalan menuju pintu keluar.
Rindapun
keluar dari toko buku, dan tiba-tiba ada yang menyentuh bahunya. Rindapun
tersontak kaget dan langsung melirik wajah orang yang menyentuh bahunya.
Rindapun terdiam sejenak dan dalam hati Rinda berkata “Waah, tampan sekali
cowok ini, tinggi lagi dan sepertinya dia anak baik-baik”. Sambil menatap wajah
cowok tersebut.
“Eem
maaf, aku tidak bermaksud mengejutkan kamu, aku cuma mau ngasih ini ke kamu.”
Omong cowok itu sambil menyodorkan buku yang Rinda cari.
Rinda
terdiam, dia bingung dia tidak mengenal cowok tampan ini. Dan tiba-tiba cowok
ini memberi buku yang dia cari.
“Kenapa
diam saja? Oh iya, namaku Fahmi kalau boleh tau nama kamu siapa.?” Fahmi
bingung sambil menyodorkan tangannya bermaksud untuk bersalaman.
“Eeemm..
a.a…aku Rinda.” Jawab Rinda gugup.
“Oh
Rinda ya, nama yang cantik sama seperti orangnya”. Sambut Fahmi sambil
menundukkan kepalanya.
“Eeem
makasih”. Jawab Rinda tersipu malu.
“Sekali
lagi maaf ya, aku tidak bermaksud untuk mengejutkan kamu, aku aku liat kamu di
toko buku tadi, kamu mencari buku inikan.?” Sambung Fahmi menenangkan Rinda
yang terlihat gugup sambil menyodorkan buku yang Rinda cari.
“Oh iya
memang aku mencarinya. Tapi sayangnya aku kurang beruntung. Aku cari
kemana-mana tapi tetap saja aku tidak menemukannya.” Jawab Rinda masih gugup.
“Ya
sudah, buku ini untuk kamu saja aku sudah selesai membacanya”. sambung Fahmi
lembut.
“Eem
tidak terima kasih. Lagi pula aku bisa pinjam ke teman aku kok.” Tolak Rinda
yang sebenarnya ingin sekali menerimanya.
“Kenapa?
Apa karena kita baru kenal.? Tenang saja aku orang baik-baik kok, jadi tidak
usah takut.” Tanya Fahmi lembut.
“Bukan
seperti itu, okelah aku terima bukunya, tapi aku beli, gimana?” Rinda
menyetujui dengan syarat.
“Loh ko
jadi gitu, akukan ingin ngasih ke kamu bukan untuk menjualnya.” Tolak Fahmi.
“Ya
sudah, kalau begitu aku tidak mau.”
“Oke,,oke..
buku ini kamu beli, tapi untuk kamu aku jual dengan harga 40 ribu saja,
bagaimana.?” Fahmi menyetujui dengan syarat juga.
“Em,
tapi gak apa-apa ni, buku inikan harganya lumayan mahal masa kamu jual dengan
harga yang sangat murah sih.” Jawab Rinda berusaha mengelak.
“Tak apa,
lagi pula bukunyakan sudah seken. Heeheehee..” jawab Fahmi sambil tersenyum.
Rinda
menundukkan kepalanya sejenak, untuk menyembunyikan rona merah dipipinya. Dalam
hati Rinda berkata “Duuh liat dia tersenyum, terlihat semakin tampan saja.”
“Ya
sudah aku beli ya” sambung Rinda sambil membuka tasnya.
Tapi
sayang, dompetnya tertinggal di dapur. Rindapun gelisah, sesaat dia melihat
wajah Fahmi.
“Kenapa?
Kok kelihatannya gelisah begitu.” Tanya Fahmi heran.
“Eem..anu..eem..
dompetku tertinggal di rumah, ya sudah aku pulang dulu ya, nanti aku kesini
lagi.” Rinda tersipu malu.
“Ya
sudah, ambil saja bukunya. Kalau masalah bayar nanti saja kalau kita ketemu
lagi. Oke.” Fahmipun kembali tersenyum.
“Aduh,
aku jadi merasa tidak enak ni sama kamu. Kalau saja dompetku tidak tertinggal
pasti sudah aku bayar.”
“Ya
sudahlah, ni bukunya.” Sambung Fahmi sambil menyodorkan buku.
“Terima
kasih.” Sambut Rinda tersenyum.
“Iya
kembali kasih. Oh iya, aku pergi dulu ya. Ini kartu nama aku.” Sambung Fahmi
sambil melihat jam tangannya.
“Em,
tunggu sebentar.” Ucap Rinda sambil mengambil selembar kertas dan menuliskan
sesuatu “ini nomor Hpku.”
“Terima
kasih.” Sambut Fahmi tersenyum.
Baru
kali ini Rinda ngasih nomor Hpnya pada orang yang baru saja dia kenal. Sungguh
tak disangka perkenalan antara Rinda dan Fahmi sangatlah membuahkan hasil yang
sangat manis.
“Mamah
aku pulang..” salam Rinda kepada Mamahnya,
“Sudah
pulang ya, sana makan dulu terus langsung mandi.” Sambut Mamah Rinda dengan
kecupan.
“Iyah
Mah. Mah tau tidak, aku tadi bertemu dengan seorang pria yang sangat tampan,
dan dia juga ngasih buku ini ke aku.” Cerita Rinda yang membuat Mamahnya
penasaran.
“Oh ya.?
Apa kamu tidak takut sama orang itu.” Respon Mamah.
“Tadinya
sih aku takut, tapi keliatannya dia orang baik kok. Jadi aku tidak takut.”
Sambung Rinda.
“Ya sudah,
nanti kenalkan sama Mamah ya.!”
“Oke,
tapi aku tidak janji ya Mah, soalnya kaliatannya dia sibuk sekali.”
Rinda
dan Mamahnya sangat akrab sekali, meskipun Rinda bukan anak kandungnya, tapi
Mamah sangat sayang sekali pada Rinda. Bunda Rinda sudah meninggal setahun yang
lalu, kemudian Ayahnya menikah lagi setelah 8 bulan kematian Bundanya.
Tadinya
Rinda tidak setuju dengan perkawinan Ayahnya, namun karena Ayahnya sangat ingin
sekali menikah akhirnya Rindapun menyetujuinya. Meskipun seperti itu, setiap
pagi hingga siang Rinda selalu sendirian. Ayahnya sibuk bekerja, dan karena
Mamahnya itu Bos disuatu pabrik terigu maka tak heran bila setiap hari dia
selalu mondar-mandir kesana kemari.
Sungguh
kasihan hidup seorang gadis remaja ini. Dia kaya dan dia punya segalanya, tapi
dia tidak mempunyai sesuatu yaitu kasih sayang dari orang tuanya. Dia hanya
mendapat kasih sayang dari kakak-kakaknya dan teman-temannya saja, tapi tidak
dengan kedua orangtuanya yang terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
“Perpisahan Kita”
Sudah
hampir 5 bulan Rinda dan Fahmi berteman, setiap hari minggu mereka selalu jalan
bersama. Dan saat berpisahpun tiba, Rinda sudah lulus sekolah dan berencana
akan melanjutkan kuliah di Negara asalnya yaitu Prancis. Gadis indo ini
sebenernya tidak mau melanjutkan kuliah di Prancis, tapi karena ini kemauan
Bundanya dulu, jadi dia memutuskan untuk kuliah di Prancis.
Ini
adalah keputusan terberat dalam hidup Rinda. Rinda tak ingin pergi jauh dari
Fahmi, tapi Rinda juga tidak ingin mengecewakan Bundanya. Tapi apa boleh buat,
toh dia disana hanya 5 tahun. Tapi itu adalah waktu yang sangat lama bagi Rinda
maupun Fahmi.
“Waaah…
takku sangka ternyata Fahmi lebih kaya dariku, rumahnya besar sekali dan
mobilnya banyak lagi.” Kagum Rinda dalam hati sambil memandangi rumah Fahmi.
“Permisi
Non, cari siapa.?” Tanya tukang kebun yang ada disekitar rumah Fahmi.
“Maaf
pak, apa benar ini rumahnya Fahmi Rizkian Hanggono.?” Tanya Rinda kepada tukang
kebun.
“Iya
betul, non siapa ya?” Tanya kembali tukang kebun sambil menganggukkan kepala.
“Saya
Rinda saya temannya Fahmi, apakah Fahmi ada di rumah?” Jawab Rinda sopan.
“Oh ada,
silakan masuk” sambut tukang kebun sambil membukakan gerbang.
Rindapun
masuk kerumahnya Fahmi dan melihat isi rumahnya yang sangat megah tersebut. Dan
Fahmipun dating.
“Rinda”
Undang Fahmi.
“Fahmi”
Sambut Rinda dengan senyuman.
“Ada apa
kemari? Kamu pasti kangen ya sama aku.? Heeheehee”. Canda Fahmi.
“Idih
kamu tuh ya PD banget si” jawab Rinda mengelak, yang sebenarnya memang Rinda
merindukan Fahmi.
“Heeeheehee….
Iya dong” Fahmi tersenyum.
“Fah,
aku ingin bicara sesuatu sama kamu tapi tidak disini”. Rindapun mulai
mengobrol.
“Boleh,
ya sudah tunggu sebentar aku ganti baju dulu ya”.
Setelah
selesai, Fahmi dan Rindapun langsung menuju suatu tempat faforit mereka.
Sesampainya mereka disana, mereka saling diam. Dan akhirnya Fahmi yang bicara
duluan.
“Ada
Rin? Katanya mau ngomong sesuatu.” Obrol Fahmi.
“Eh iya,
em Fah aku mau kuliah di Prancis.” Sambung Rinda sambil menundukkan kepala.
“A…apa.?
Prancis?” Fahmi terkejut.
“Iya
Fah, sebelum Bundaku meninggal Bunda pesan sama aku agar kalau aku lulus
sekolah, aku kuliah di Prancis.” Rinda menjelaskan.
“Tapi,
Prancis itu bukan tempat yang dekat Rinda.” Fahmi mengelak.
“Aku tau
Fah, tapi apa boleh buat itu keinginan Bundaku.”
“Berapa
lamu kamu kesana?” Tanya Fahmi.
“Mungkin
5 tahun.” Jawab Rinda.
“5
tahun? Rinda aku tuh tidak bisa hidup tanpamu dalam waktu selama itu.” Fahmi
tetap mengelak.
Setelah
perdebatan antara Fahmi dan Rinda berlangsung lama, akhirnya Fahmi menyerah dan
mengikuti apa kata Rinda.
<To
Be Continue>
Sumber: 27/01/96